
Perjalanan Diet: Bukan Sekadar Angka di Timbangan
Sebagai seseorang yang sedang menjalani diet, saya memiliki kebiasaan untuk menimbang berat badan secara rutin. Biasanya, saya melakukannya sebelum subuh setelah bangun tidur. Angka yang muncul di timbangan sering kali membuat saya senang, terutama jika berat badan turun sekitar setengah atau satu kilogram. Hal ini menjadi motivasi untuk terus melanjutkan perjalanan diet.
Selain itu, saya juga menimbang berat badan setelah berolahraga atau melakukan aktivitas tertentu. Seringkali, saya juga menimbang sebelum makan siang, yang biasanya saya akhiri lebih awal. Kadang-kadang, saya menimbang lagi setelah maghrib karena sedang menjalani intermittent fasting (IF), sebelum tidur, atau kapan saja ketika merasa ingin mengetahui perubahan berat badan.
Saya jujur mengakui bahwa ada rasa penasaran saat akan menimbang. Ada perasaan yang tidak stabil, antara harap dan khawatir. Terkadang, angka di timbangan membuat saya murung atau kecewa. Karena berat badan terkadang tidak sesuai dengan ekspektasi. Terkadang, berat badan stagnan meskipun sudah beberapa hari menimbang. Bahkan, kadang angka justru naik sedikit, yang membuat saya semakin kesal.
Padahal, saya sudah berusaha keras untuk menahan diri dari makanan yang tidak sehat. Saya bahkan berhasil tidak ikut makan saat acara tujuh belasan RT atau saat tumpengan bersama warga sekitar. Meski tidak kalap, tetapi hasilnya tidak selalu sesuai harapan. Namun, bagaimana pun, saya tetap melanjutkan diet. Karena sudah terlalu jauh, sayang sekali jika berhenti di tengah jalan hanya karena angka timbangan yang tidak sesuai.
Semakin lama, saya memahami bahwa naik-turunnya berat badan adalah hal yang wajar. Kekecewaan boleh saja, tapi jangan dibawa terlalu dalam atau menjadi baper. Karena diet butuh perjuangan dan konsistensi. Jika berhenti, maka risiko kembali gemuk dan sakit bisa terjadi. Sementara jika terus dilanjutkan, tubuh akan lebih sehat di masa depan. Dan kecil kemungkinan, langsing menjadi bonus.
Diet sebagai Perjalanan Hidup
Bagi saya, diet bukanlah hal yang instan. Ini seperti perjalanan hidup yang penuh dengan fase-fase berbeda. Ada masa semangat, ada masa bosan, ada rasa senang saat berat badan turun, dan ada kesal saat angka stagnan atau naik. Semua suasana ini sifatnya sementara dan akan datang dan pergi.
Bagi pelaku diet yang sudah menjalani proses selama tiga bulan atau lebih, penting untuk terus memperbaiki mindset atau pola pikir. Fokus utamanya bukanlah pada angka di timbangan, melainkan pada kesehatan secara keseluruhan. Jika fokus kita pada kesehatan, maka rasa syukur akan muncul. Misalnya, tubuh yang tidak mudah masuk angin meski pulang larut malam atau kurang tidur.
Jangan lupa bahwa naik-turunnya berat badan adalah hal yang alami. Tidak masuk akal jika diet dan menjaga pola makan tetapi bobot terus bertambah. Kenaikan berat badan bisa disebabkan oleh peningkatan massa otot, terutama jika lingkar pinggang mulai mengecil. Jadi, jangan terlalu khawatir dengan angka di timbangan.
Menyikapi Perubahan dengan Bijak
Saat menulis artikel ini, saya sedang menjalani intermittent fasting menuju bulan keempat. Pagi tadi, saya menimbang dan berat badan berada di angka 80-an. Awalnya, berat badan saya mencapai 91 kg. Setelah jendela makan tiba, saya kembali menimbang dan berat badan meningkat menjadi 81 kg.
Di bulan keempat, saya mulai bisa menyikapi perubahan berat badan dengan lebih tenang. Saya menganggap diet sebagai proses yang perlahan memberikan hasil. Menurut ahli nutrisi, perubahan drastis sulit dipertahankan. Jadi, saya memilih untuk bertahap dalam menjalani intermittent fasting sesuai kemampuan.
Beberapa metode IF bisa dipilih, seperti 12:12, 14:10, 16:8, 18:6, hingga 20:4. Dalam beberapa minggu terakhir, saya mencoba metode 20:4, yaitu puasa dari jam 15.00 hingga 11.00, dan makan bebas dari jam 11.00 hingga 15.00. Saat jam makan, saya memakan makanan secukupnya namun tetap memenuhi kebutuhan tubuh. Makanan bukan hanya dianggap sebagai kalori, tetapi sebagai sumber energi dan nutrisi.
Saya juga merayakan setiap pencapaian kecil dengan menghadiahi diri sendiri. Misalnya, makanan sehat, relaksasi, atau membeli pakaian sesuai kondisi dan kemampuan. Diet seharusnya menjadi ajang berproses, bukan sekadar mengejar angka di timbangan.
Belajar Menjadi Lebih Realistis
Dalam perjalanan diet, penting untuk belajar tidak terganggu oleh angka yang stagnan atau naik sedikit. Juga, jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang lebih cepat mendapatkan hasil. Yang terpenting adalah belajar realistis, bahwa penurunan berat badan yang sehat terjadi secara bertahap.
Kompasianer, mari jadikan diet sebagai sebuah perjalanan, bukan sekadar angka di timbangan. Dengan cara ini, kita akan lebih tenang dan fokus pada kesehatan jangka panjang.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!