Pengalaman Tinggal di Australia: Menyesuaikan Gaya Hidup Tanpa Mengorbankan Kebiasaan
Tinggal di luar negeri, khususnya di negara seperti Australia, seringkali menimbulkan tantangan tersendiri. Salah satu hal yang paling terasa adalah perbedaan gaya hidup dan pengeluaran. Banyak orang yang berpikir bahwa tinggal di sana akan membuat kehidupan lebih nyaman dan mewah. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian.
Seorang teman suami, yang dikenal dengan nama Alex, mengisahkan pengalamannya selama sebulan tinggal di Australia. Ia menghabiskan tabungan selama setahun di Indonesia hanya dalam waktu sebulan saja. Bagaimana bisa? Hal ini terjadi karena ia dan istrinya terbiasa mengikuti gaya hidup warga lokal, yang sering kali memakan biaya cukup besar.
Pagi hari, mereka biasanya pergi ke kafe untuk sarapan. Meskipun hanya secangkir kopi dan sedikit kue, biayanya bisa mencapai 25 dolar per orang. Berdua, totalnya menjadi 50 dolar. Jika dibandingkan dengan harga makanan di food court, harga di kafe jauh lebih mahal. Siang harinya, mereka makan siang di restoran dengan biaya sekitar 50 dolar per orang, sehingga totalnya 100 dolar. Malam hari pun sama, dengan biaya yang hampir sama. Dengan begitu, total pengeluaran sehari bisa mencapai 150 dolar. Setelah sebulan, jumlahnya mencapai 4.500 dolar, atau setara dengan Rp 45 juta. Ini membuat Alex merasa bahwa biaya hidup di Australia sangat tinggi.
Namun, bagi Roselina dan suaminya, gaya hidup di Australia tidak harus sama seperti warga lokal. Mereka tetap menjaga kebiasaan yang sudah dikenal sejak di Indonesia. Misalnya, pagi hari mereka biasanya mempersiapkan sarapan sendiri, seperti semangkuk mie kuah dan cappuccino yang mereka buat sendiri. Kadang-kadang hanya sekadar snack dan secangkir cappuccino.
Untuk menghemat biaya, mereka membeli bahan-bahan seperti cappuccino bubuk dalam sachet di pasar oriental. Harganya sekitar 5 dolar per bungkus untuk snack dan 6 dolar untuk cappuccino (isi 12 zak). Dengan begitu, biaya sarapan hanya sekitar 6 dolar per hari.
Untuk makan siang, mereka lebih memilih memasak sendiri. Variasi masakan bisa berbeda setiap hari, dengan biaya sekitar 20 dolar per hari. Mereka juga membawa masakan dari rumah untuk dimakan saat bepergian, sehingga efisien dalam pengeluaran. Dengan biaya sebesar 26 dolar per hari, total pengeluaran sebulan hanya sekitar 780 dolar, atau sekitar Rp 7,8 juta.
Dari pengalaman ini, mereka menyimpulkan bahwa meskipun ada pepatah yang mengatakan "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung", itu tidak berarti kita harus sepenuhnya meniru gaya hidup warga setempat. Menyesuaikan diri dengan aturan setempat adalah penting, tetapi tidak perlu sampai mengorbankan kebiasaan dan keuangan.
Mereka tetap bisa menikmati hidup dengan cara yang hemat, tanpa harus meninggalkan identitas sebagai orang Indonesia. Contohnya, mereka tidak pernah ikut minum wine, beer, atau alkohol lainnya. Pilihan minuman mereka tetap pada cappuccino, teh, atau air putih. Selain itu, gaya berpakaian mereka tetap sesuai dengan kebiasaan sehari-hari sebagai orang Indonesia.
Menurut mereka, hidup hemat bukan berarti pelit. Ada kalanya mereka memilih makan di restoran, terutama ketika ada tamu dari Indonesia yang berkunjung. Namun, secara umum, mereka lebih memilih memasak sendiri agar bisa menghemat pengeluaran.
Jika ada sahabat dari news.aiotrade.app yang berkunjung ke Perth, mereka siap mengajak jalan dan makan di restoran. Karena hidup hemat tidak berarti harus menolak kesenangan. Mereka percaya bahwa dengan bijak dalam mengatur keuangan, kehidupan di luar negeri bisa tetap nyaman dan tenang.
Roselina dan suaminya tetap menjaga prinsip bahwa hidup di negara orang tidak harus membuat kita kehilangan jati diri. Menyesuaikan diri dengan tradisi setempat adalah bagian dari adaptasi, tetapi tetap menjaga nilai-nilai kebudayaan asli adalah hal yang penting.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!